Cerpen Sekolah : Organisasi Cita dan Cinta, Udah baca Cerpen Cinta Yang baru Beberapa hari lewat
ilmuini share? kalau belum silahkan baca
Cerpen Cinta : I Love The Stranger In Room Seven.
Setelah kamu membacanya Kini saatnya kita bernostalgia Dengan Cerpen sekolah, Sebuah cerpen apik Khas Kesibukan anak-anak yang berseragam Abu-Abu di Ceritakan disini,
dimana sebuah Kekompakan di sebuah organisasi sekolah dituntut untuk berkerja sama,dan saling membantu namun disini di cerpen Sekolah ini Mereka justru Sibuk dengan hal masing-Masing sehingga sang bendahara Terlibat dalam masalah besar Justru mereka tidak mengetahuinya,
Mau tau kelajutanya? silahkan lanjutkan membaca:
****
Kata orang kehidupan itu seperti rotasi bumi, kadang diatas tapi terkadang di bawah, kadang senang tapi ada kalanya kita harus merasa kesedihan. Lain halnya jika hidup di bumi dengan kehidupan yang penuh pas – passan, sangat membosankan.
Bukan hanya materi, proses hidup dan membayangkan diri di depan kacapun membosankan. Hidup yang tak ada gairah ini adalah kehidupanku saat ini. Aku adalah anak pertama dari pasangan suami istri Siregar dan Ayunda yang bernama Frescilia Feronika dan biasa dipanggil Lia. Aku mempunyai satu adik perempuan (Fadiah) dan laki – laki (Arjuna).
Keluarga yang sederhana dan bentuk tubuh juga muka yang pas – passan adalah bagian dari kehidupanku. Tubuhku lumayan tinggi untuk ukaran standar, badanku cukup ideal tetapi agak bengkak (montok) di bagian tangan lengan atas, dan hal ini yang tidak aku sukai karena saat aku mengenakan pakaian kaos yang berlengan tangan pendek membuat tangan lengan atas terlihat gemuk. Kulitku berpigmen coklat (sawo matang), rambutku ikal bergelombang.
Dikeseharianku, aku sangat jarang menggurai rambut terkecuali kalau rambutku basah, karena saat kering rambutku menjadi ngem-bang, susah diatur. Dan kurang enak saja dilihat (itu sih menurut penilaian ku sendiri!).
Umurku sekarang sudah ± 16 tahun. Sekarang aku bersekolah di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri (SMA N) ternama di provinsiku. Menurut umurku yang sudah 16 tahun lebih, aku sudah kelas XI SMA dan aku masuk di kelas yang unggul di sekolah itu.
Aku orang yang tidak terlalu pintar (standar lah), mungkin karena ada sedikit keberuntungan saja aku masuk di kelas itu. Terkadang hidup juga nasib – nasibpan.
Guk……guk…,..guk……..,..Drem……..,…drem……..
Guk……guk…,..guk……..,..Drem……..,…drem……..
Suara itu menggema ditelingaku dan membuatku terbangun dari tidur yang pulas. Itu bukan suara anjing yang sedang mengaum di malam hari karena melihat hantu atau kuntilanak tapi itu suara alarm hanponeku.
“Ah,,, masih jam 5!” gerutuku sambil meraih hp dan memencet salah satu tombol agar suara itu berhenti dan melanjutkan tidur pulasku yang sempat terganggu tadi.
Baru beberapa menit aku merasakan kestabilan tidurku yang mendekati tidur pulas terganggu, tiba - tiba suara yang tak asing mengusik tidurku lagi.
“Lia,,,, lia,, bangun sudah pagi” teriak mamaku dengan suaranya yang lumayan melengking.
Dengan malasnya aku bangun dari tempat tidur dan langsung menuju tempat stay biasa setiap pagi, ruang sudut kecil dapur (tempat cuci piring). Tanpa pikir panjang aku langsung mencuci piring-piring kotor yang berserakan dilantai. Selang beberapa menit piring-piring itu sudah bersih, kesat dan clink.
Sesudah mencuci piring tanpa menunda waktu aku langsung menuju tempat stay yang kedua, kamar mandi. Setelah mandi, berpakaian dan mengikat rambut tanpa sarapan dulu aku langsung pergi berangkat ke sekolah dengan motor kesayanganku. Dari kecil aku tidak biasa dengan sarapan pagi, karena kalau sudah sarapan biasanya aku kembali lagi menuju stay dua untuk membuang HBIAB (Hasrat Ingin Buang Air Besar).
Cerpen Sekolah : Organisasi Cita dan Cinta
Sesampai disekolah aku memarkirkan motor dan menuju ke kelas dengan berjalan memasuki koridor anak kelas X dulu, karena kelas ku tempatnya diujung kelas anak X.
“Lia, kemarin kamu kemana ? langsung kabur aja nyelonong, gak pakek permisi-permisian lagi, orang pusing tau cari kamu, hp gak aktif, dihubungin gak bias-bisa!” omel Satria sambil marah-marah, dan merengutkan keningnya yang menonjol ke depan.
Satria adalah teman sekelasku sekaligus Ketua Osis di sekolah dan patnerku dalam bekerja karena aku Bendahara Osis di sekolah. Walupun dalam bekerja kami adalah patner yang sukses dalam suatu kegiatan tapi aku dan Satria sering, em bukan sering bahkan sangat sering bertengkar, kadang kami bertengkar karena hal-hal yang dianggap orang sepele tetapi bagi kami itu adalah masalah besar.
Satu hal yang aku paling tidak suka dari diriku sendiri adalah tidak bisa marah dengan tampang yang sangar atau menyeramkan, apalagi terhadap Satria aku hanya bisa marah sebentar dan setelah itu langsung ingin tertawa, entah apa sebabnya, sampai sekarang aku belum tahu dan mungkin aku tidak mau tahu soal itu karena menurutku itu hal yang kurang penting untuk dipikirkan secara serius.
“Apa-apaan sih Sat,,, pagi-pagi dah marah-marah, gak bisa ditunda dulu apa ? aku juga baru datang belum juga duduk di bangku, jadi orang sabar, lagian kejadian kemarin ada alasannya semua tau!, bukan seenaknya aja aku ninggalin kamu dan yang lain!.” Jawabku kesal sambil menuju tempat duduk dan membanting tas ke meja meluapkan emosi.
“Alasan apa? alasan kamu kabur ? Ha?” tambah omelan Satria yang menuju kearahku.
“Eh, kemarin aku itu gak kabur ya! tetapi aku pergi ke rumah pak Kusdi (Wakil Kesiswaan sekaligus pembina eskul musik di sekolahku), aku pergi ke rumah pak Kusdi mau nanyain soal anggaran yang diambil bapak untuk pelatihan musik bulan lalu, karena setelah aku lihat dan diskusi dengan pak Amran (Pembina Osis) ternyata anggaran itu ada yang minnus jadi aku pergi kesana minta penjelasan, dan aku rasa kamu tau kan kalau anggarannya minnus apa akibatnya ?, makanya jadi orang berpikir positif dulu, jangan sembarangan aja nuduh, orang yang enggak-enggak.” Jawabku ketus dengan nada tinggi. Sejenak kemudian kami diam dan seisi kelas seperti biasa, menjadi hening saat aku dan Satria dalam situasi panas.
“Apa hasilnya Lia ?” sergah Alfa yang memecah keheningan dengan suara datar. Alfa adalah teman sekelasku juga, dia adalah ketua MPK, pengawas OSIS di sekolah. Alfa orangnya terkadang tegas, berwibawa dan pintar dalam berorganisasi.
“Hasilnya, aneh pak Kusdi gak mau ngaku kalau dia yang ngambil anggaran untuk musik, padahal jelas-jelas di kwitansi itu pak Kusdi yang tanda tangan, sepertinya ada pembocoran anggaran” kataku dengan emosi yang sudah sedikit terkendali.
“Apa ? kamu langsung mau usut perkara ini sendirian, Lia kamu bisa gak sih?, kasih tau kami dulu kalau ada apa-apa, itu masalah besar Lia, jangan seenaknya sendiri nyelesaiin masalah besar!” potong Satria dari pembicaraan ku tadi.
“Lia bener, apa yang diomongin Satria seharusnya kemarin kamu harus koordinasi ke kami dulu, dan kita sama-sama nyelesaiin masalah itu.” kata Alfa dengan nadanya yang tenang.
“Eh, kalian dengar ya,, aku tu udah berapa kali coba mau ngomongin masalah ini ke kalian berdua, bertiga sama Dani ( Wakil Ketua Osis ), tapi apa ? kalian sibuk sama jabatan kalian di eskul masing-masing, kamu Sat sibuk sama eskul MEC, kamu Al sibuk sama MPC, dan Dani sibuk dengan MSC, kalian kan ketua eskul unggulan, mana bisa enggak sibuk. Aku juga bingung mau ngomong sama kalian tentang masalah ini gimana, aku capek minta kalian luangin waktu untuk dengar laporan keuangan OSIS.” jawabku dengan emosi yang labil.
Cerpen Sekolah : Organisasi Cita dan Cinta
Mendengar kata-kataku mereka terdiam, tanpa berkata apa-apa lagi aku pergi mininggalkan mereka dan seisi kelas, aku bingung apa yang harus aku lakukan saat ini, aku pusing dengan semua persoalan organisasai saat ini. Aku pergi ke perpustakaan dan mengambil salah satu buku pelajaran dan membacanya untuk menghilangkan kata-kata OSIS di kepala dan otakku.
TeT…..tet……………………………..
TeT…..tet……………………………..
Bel berbunyi aku masuk kembali ke kelas dan belajar seperti biasa. Saat ini aku mempunyai prinsip bahwa aku harus lebih mementingkan belajar daripada yang lainnya.
Dan teman-teman sekelasku yang ikut dalam organisasi juga mengerti akan hal itu, so dalam belajar mereka tidak pernah mengatakan soal apapun yang berhubungan dengan organisasi, karena saat belajar, artinya melupakan semua masalah dan hanya terfokus dengan pelajaran yang sedang dipelajari.
Sudah berkisar lima hari berlalu sejak kejadian panas antara aku, Satria, dan Alfa. Tetapi kami masih tetap terdiam dengan pendapat yang ada dipikiran masing-masing. Saat istirahat pertama terdengar suara sepatu berjalan dengan keras mendekati kelasku.
“Kamu, Lia, langsung ke ruangan saya sekarang !” Kata pak Kusdi dengan nada marah dan menunjuk kearahku. Sesaat aku terdiam dan dengan sekejap menuruti perintah pak Kusdi.
“Lia,,,,, Lia ka,,,,,” belum sempat Alfa menyelesaikan kata-katanya aku sudah pergi meninggalkan kelas tanpa mendengarkan kelanjutan perkataan Alfa.
Diperjalanan ke ruang pak Kusdi aku berjalan lambat sambil memikirkan apa yang harus aku katakan di depan beliau. Aku takut untuk menghadap pak Kusdi terlebih lagi kalau harus mengingat masalah pembocoran anggaran dana kemarin, aku bingung.
Tidak terasa aku sudah sampai di depan pintu ruangan pak Kusdi. Sambil menarik napas aku masuk dan duduk di depan kursi yang telah disediakan oleh pak Kusdi, entah kenapa kursi itu seperti kursi panas, menurut penilaianku.
“Em, iya pak, ada apa ya pak, bapak memanggil saya ?” tanyaku dengan sopan.
“Kamu, jangan pura-pura tidak tahu soal ini ya, kamu itu sudah mencemarkan nama saya, kamu sudah menyebarkan isu yang kurang mengenakkan di lingkungan sekolah ini, dengan mengatakan kalau saya menggelapkan dana OSIS, saya tahu kamu bendahara disini tapi ingat ya!, saya masih punya kewenangan yang lebih disini dari kamu, ingat itu. Dan saya jamin kamu tidak akan saya beri kesempatan untuk mendapatkan beasiswa juga jalur PPA nantinya, ingat itu, saya tidak main-main dengan perkataan saya !” kata pak Kusdi dengan nada yang rendah tapi menyakitkan.
“Maa….maaaf pak, saya tidak bermaksud seperti itu, pak, saya minta maaf kalau saya seperti itu, tapi sungguh pak, sa….”kataku
“Sudah, sudah, saya tidak mau dengar penjelasan kamu lagi, sekarang kamu kembali ke kelas sana !” potong pak Kusdi sebelum aku menyelesaikan kata-kataku tadi.
Aku pergi keluar ruangan dengan wajah muram, tertunduk, mengingat kejadian tadi dan mengulang sambil menghayati kata – kata terakhir pak Kusdi tadi, dadaku menjadi sesak, nafasku tersengal, energi ku habis rasanya seperti aku sudah lari 50 keliling lapangan sepak bola yang paling luas di dunia.
Langkahku terhenti saat melihat kata-kata Labor Komputer, entah apa alasan yang tepat tapi tanpa pikir panjang aku langsung masuk ke ruangan itu dan langsung menghidupkan salah satu komputer, aku memilih komputer yang letaknya paling sudut di ruangan itu.
Setelah komputer itu hidup kulihat keyboard dan kupegang erat mouse lalu aku mengetik dan pertama kali tulisan yang muncul adalah kata Surat Pengunduran Diri, selang beberapa saat surat itu selesai dan langsung mencetak tulisan itu di kertas HVS.
“Nih tanda tangan Sat,” kataku sambil menyerahkan surat dan pulpen di meja.
“Kamu tu aneh, Lia maksud kamu apa nyerahin surat gak penting kayak gini” jawab Satria dengan kening yang berkerut sambil meletakkan surat itu di meja lagi.
“Bagi aku ini penting, aku sudah pusing dengan semua hal yang berhubungan dengan OSIS sekolah ini, gara-gara OSIS semua cita-cita aku kacau, aku lelah Sat” kataku sambil menahan perasaan yang pedih dihatiku.
“Aku tahu belakangan ini masalah OSIS memang cukup berat tapi kamu jangan jadi orang pengecut Lia. Pokoknya aku enggak akan setuju kamu keluar, dan aku enggak akan tandatangan surat gak penting ini, ingat kamu punya tanggung jawab di OSIS !” Satria berkata dengan suara yang lantang dan keras.
“Kamu jangan egois Sat, sudah cukup, nilai pelajaran aku menurun, dan gara-gara aku menyelidiki kasus pembocoran anggaran dana OSIS, sekarang aku harus sudah terima akibatnya Sat, barusan aku dimarah-marah oleh Pak Kusdi sampai aku sudah divonis gak bisa dapat PPA dan beasiswa karena OSIS ini, sudah cukup Sat,,, tolong aku Sat, sekali ini aja.
Jangan kamu pikir diri kamu sendiri aja dan menuruti ambisi kamu yang mau memajukan OSIS sekolah ini tapi kamu harus mikir orang lain juga. Kalau kamu enggak ingin aku hancurin OSIS sekolah ini kamu harus tandatangan surat itu kalau enggak, tangan aku sendiri yang akan hancurin kinerja OSIS sekolah ini !” jawabku dengan nada lantang dan tanpa terasa air mataku mengalir ke pipiku dan membasahi wajahku.
Cerpen Sekolah : Organisasi Cita dan Cinta
Sesaat aku sadar bahwa aku berbicara sambil menagis dan meluapkan perasaan pedihku. Cepat-cepat ku usap air yang mengalir di pipi ku dan pergi meniggalkan Satria yang terdiam melihatku. Aku duduk dan membuka buku pelajaran, tidak lama guru masuk dan memulai pelajaran, aku berusaha keras
memfokuskan pikiranku ke mata pelajaran. Sudah 2 jam pelajaran berlangsung bel pulang juga sudah berbunyi, aku bersiap-siap mengemas buku-bukuku di atas meja untuk memasukkanya ke tas dan setelah selesai aku keluar kelas menuju motorku yang sepertinya sudah siap mengantarku menuju rumah.
Sesampai di rumah, aku berhentikan motor dan memarkirkannya di teras depan rumah. Aku melangkah dengan membawa tas yang berat dan beban hati juga pikiran yang berat menuju ke kamar.
“Yeee,, mbak pulang, mbak ajarin Diah,,,”kata Diah, adikku yang perempuan.
Belum sempat Diah (adikku nomor satu) menyelesaikan kata – katanya aku sudah pergi masuk ke kamar dan menutup pintu sekaligus menguncinya. Rasanya hari ini aku hanya ingin sendiri dan menenangkan hati juga pikiranku yang sedang kusut dan kacau.
Dengan kepala yang pusing aku mengganti pakaian seragam dengan baju yang biasa aku kenakan di rumah. Lalu membaringkan tubuhku ke kasur dan mencoba menutup mata untuk mengistirahatkan badan, hati dan pikiran sejenak, berharap masalah yang kualami hari ini hanyalah mimpi buruk.
Guk……guk…,..guk……..,..Drem……..,…drem……..
Guk……guk…,..guk……..,..Drem……..,…drem……..
Mataku terbuka saat mendengar suara itu, aku terbangun, kumatikan bunyi itu dan kulihat jam di hp ku sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB. Aku beranjak dari tempat tidurku dan menjalankan rutinitas pagiku seperti biasa. Setelah selesai semuanya aku pergi berangkat ke sekolah. Sekarang sekolah bagiku adalah ancaman terbesar melebihi dari hewan yang paling aku takuti (kucing).
Sesampai disekolah aku pergi masuk kelas dan meletakkan tas, saat aku ingin duduk di kursi aku melihat satu lembar kertas di mejaku. Mataku tertuju pada tandatangan dengan cap diatasnya.
Baru sekilas aku lihat surat itu aku sudah tau itu surat apa. Sesaat perasaanku senang, gembira, dan lega akhirnya permohonanku untuk mengundurkan diri dari bendahara Osis terwujud dan mulai hari ini aku resmi bukan anggota OSIS lagi di sekolahku. Sekarang bibir yang mengembang (senyuman) kembali lagi di diriku.
“Lia, aku harap kamu pertimbangkan hal ini baik-baik. Ini bukan jalan yang membuat tuntas masalah yang sedang kamu hadapi.
Ini hanya jalan pintas yang hanya membuat kamu senang sesaat Lia, kamu juga harus pertimbangin Satria Lia, kasihan dia, kemarin dia pusing mikirin masalah ini, terus dia dimarahin habis-habisan oleh pak Amran. Kamu gak tau kan soal itu Lia.” Kata Alfa memecahkan pikiran senangku yang memenuhi otakku tadi.
Mendengar kata-kata terakhir itu aku terdiam sekaligus terkejut. Tapi aku tidak ingin melihatkan perasaan itu kepada Alfa. “Itu urusan dia dan kalian aku sudah enggak ada hubungan lagi dengan OSIS.” jawabku dengan kata-kata egois dengan memperlihatkan senyuman sinis yang kupaksakan.
Jujur, sebenarnya aku tidak ingin berkata seperti itu kepada Alfa, tetapi aku bingung harus berkata apalagi. Mendengar kata-kata itu Alfa pergi meninggalkanku dengan tatapan tajam ke arahku saat terakhir dia melihatku. Setelah kejadian itu aku, Alfa, dan Satria juga dengan anak OSIS lainnya tidak pernah berhubungan dan berbincang-bincang lagi.
Teman-temanku juga tidak pernah mengatakan dan menanyakan soal OSIS lagi di depanku. Inilah yang aku suka dengan teman-temanku mereka orangnya tidak suka mencampuri urusan orang lain.
Sudah 3 minggu berlalu setelah pemberhentianku dari bendahara OSIS di sekolah. Entah kenapa belakangan ini aku menjadi menyesal mengundurkan diri dari OSIS apalagi kalau harus mengingat kata-kata Alfa terakhir tentang OSIS kemarin. Rasanya hatiku menjadi perih.
TURunkan,,,,,, turUnkan Pak Kusdi…… tuRunkan !!
TURunkan,,,,,, turUnkan Pak Kusdi…… tuRunkan !!
TURunkan,,,,,, turUnkan Pak Kusdi…… tuRunkan !!
Guru dan OSIS harus bertindak !!
Saat aku berjalan ingin ke kantin dengan teman-temanku, aku mendengar suara itu, aku bertanya dalam hati ada apa di lapangan, apa yang terjadi, kenapa membawa nama OSIS. Kami langsung menuju ke suara-suara gaduh itu. Sesampai disana temanku bertanya ke salah satu siswa yang ada duluan di lapangan sebelum kami datang.
“Eh ada apaan nih kok siswa kita demo ?” tanya ulfa (salah satu temanku di kelas) kepada siswa disebelahnya.
“Mereka demo karena mereka tahu pak Kusdi itu mengkorupsi dana anggaran OSIS jadi mereka minta, pak Kusdi itu diusut dengan pihak yang berwenang, dan mereka juga minta pihak guru dan OSIS bertindak tegas.” kata siswa itu menjelaskan sambil melihat ke arah demo.
Setelah beberapa menit kami melihat demo. Kami kembali ke kelas. Tidak ada satu orang pun dikelas saat kami masuk. Padahal kalau menurut jam ini sudah saatnya memulai jam pelajaran 5 – 6.
“Pada kemana ya,, yang lain ?” tanya Ulfa yang mengajukan pertanyaan ke arahku.
Aku hanya diam tidak menjawab pertanyaan Ulfa karena aku sedang sibuk dengan pikiranku sendiri. Aku penasaran dengan apa yang akan terejadi selanjutnya, diam-diam tanpa sepengetahuan teman-teman ku, aku pergi ke ruang guru. Dengan berjalan sambil sedikit berlari menyusuri jalan, langkahku terhenti saat suara mobil polisi yang berisik datang, dan melewatiku dengan cepat, aku tidak mengikuti polisi itu karena aku bingung dengan apa yang terjadi.
Cerpen Sekolah : Organisasi Cita dan Cinta
Baru saja polisi itu pergi melewatiku dengan cepat tetapi mereka sudah kembali dan kali ini mereka bersama orang baru, kulihat dua diantara polisi itu menggandeng orang yang aku kenal dan aku benci yaitu pak Kusdi. Kulihat juga Alfa dan Satria juga yang lainnya mengikuti pak Kusdi dari belakang.
Saat pak Kusdi hampir melewatiku dia berhenti dan bergerak cepat entah apa yang ingin dia kerjakan dia langsung melemparkan sesuatu dan sepertinya benda itu tertuju kepadaku. Aku terpaku tidak bergerak, seperti pasrah dengan apa yang akan menimpaku, tetapi dari arah kanan ada yang mendorongku keras sekali dan aku terjatuh terhempas ke tanah, tanganku sakit sepetinya sedikit goresan akan ada ditanganku.
Belum sempat aku melihat tangan ku yang terluka, pandanganku terhenti kearah seseorang di depanku, ia mnemegang kepalanya dengan tangan dan sepertinya dari tangan itu keluar tetesan darah yang mengalir ke bajunya. Aku baru sadar bahwa tadi pak Kusdi ingin, bukan, maksudku sudah melempar batu yang keras ke arahku tetapi aku didorong oleh seseorang yang ada didepanku.
“Siapa orang itu ?” tanyaku dalam hati.
Tanpa pikir panjang aku berdiri dan langsung memegang tangan orang itu yang berlumuran darah. Dengan lembut aku berkata kepadanya “Kamu tidak ap…” belum selesai aku mengatakan apa yang inginku katakan, aku tersentak melihat wajah orang itu dia adalah Satria, aku gugup dan bingung harus melakukan dan mengatakan apa.
“Satria,, ka,, kamu gak apa-apa kan?” kataku sambil melihat kearah luka di kepalanya.
Satria hanya diam dan melihat diriku dari atas sampai ke bawah seperti detektif yang sedang mencari benda berharga dengan orang yang diprediksikanya sebagai tersangka.
“Sat ayo aku antar kamu ke rumah sakit” kata Alfa memecah kesunyian kami. Satria berdiri dan mengikuti kata-kata Alfa. Juga guru-guru yang lain sebagian pergi menemani Satria dan sebagian lagi pergi kearahku sambil menanyakan keadaanku.
Karena kepalaku pusing dan wajahku pucat pasi aku diantar oleh guru-guru ke UKS, dan disana aku diberi obat untuk menyembuhkan lukaku di bagian tangan tadi akibat dorongan, yah bisa dibilang yang cukup keras dari Satria.
Setelah diobati aku terbaring di tempat tidur. Saat itu aku memikirkan tentang banyak hal yang berhubungan dengan OSIS.
Setelah agak lama aku berpikir, aku bangun dari tidurku untuk menemui Alfa karena ada sesuatu yang inginku katakan dengannya. Baru saja aku ingin bangun dari tempat tidur, Alfa datang dengan sikap tenangnya
“Lia,, bagaimana keadaan kamu,, kamu baik-baik saja kan?” kata Alfa dengan suara yang sedikit cemas tetapi masih ada ketenangan di raut mukanya.
“Alfa… iya aku baik-baik saja Al,, em,, Satria bagaimana dia gak apa-apa kan,? Dia baik-baik aja kan Al?, sekarang dia dimana ?” jawabku sekaligus bertanya dengan cepat kepada Alfa tentang keadaan Satria yang dari tadiku cemaskan.
“Lia kamu tenang dulu,, Satria gak apa-apa kok dia hanya luka kecil aja paling 1 atau 2 hari lagi dia juga sudah masuk, kamu jangan panik gitu,!” kata Alfa sambil tertawa kecil melihat kelakuanku tadi.
“Oh ya.. sory Al,,” kataku ayang sedikit bingung dengan perlakuan diriku sendiri tadi.
“Al aku mau ngomong sama kamu soal OSIS, aku ingin kembali lagi Al, aku baru sadar keputusanku waktu itu salah, kamu yang benar Al, keputusan aku kemarin hanya untuk kesenagan sesaat aja Al untuk diriku, padahal sebenarnya aku ingin berorganisasi lagi dengan kalian, tapi karena keegoisanku, aku jadi ngelakuin hal bodoh itu juga Al.” kataku dengan tenang dan perasan yang bersalah.
“Aku senang kamu menyadari itu, tapi kita harus bicarain itu dengan pak Amran dulu, kalau gitu sekarang aja kita omongin masalah itu seakaligus kamu ceritain masalah kenapa kemarin kamu mundur dari jabatan kamu aku rasa pak Amran nantinya pasti bisa ngerti kok.” jawab Alfa, sambil menarikku ke luar UKS menuju ke tempat pak Amran.
Cerpen Sekolah : Organisasi Cita dan Cinta
Sesampai di tempat pak Amran aku dan Alfa duduk dan aku mulai menceritakan kedatanganku ke pak Amran dan juga menceritakan kejadian-kejadian yang sebelumnya pak Amran tidak mengetahuinya. Setelah ceritaku selesai tampak wajah pak Amran terkejut dengan ceritaku tadi.
“Jadi itu alasan kamu Lia, kenapa kamu keluar dari OSIS, seharusnya kamu kasih tahu bapak dan teman-teman kamu yang lain, karena seharusnya masalah OSIS tidak boleh dibawa ke nilai , apa lagi soal PPA dan beasiswa itu sudah salah Lia.
Ya sudah yang jelas sekarang kamu sudah memberi tahu bapak soal kejadian itu dan pak Kusdi juga sebentar lagi akan mendapatkan akibat dari perlakuannya sendiri.
Sekarang apakah kamu masih bersedia untuk menjadi bendahara lagi karena bapak dan juga teman-teman yang lain mengharapkan kamu untuk tetap ikut andil di OSIS ini” kata pak Amran menjelaskan dengan panjang lebar.
“E,, iya pak saya mau kembali lagi ke OSIS pak dan Insya Allah saya siap untuk masuk ke OSIS lagi pak” Kataku dengan nada memastikan dan menunjukkan sikap siap untuk kedepan.
Setelah selesai melakukan perbincangan dengan pak Amran, Alfa pergi mengumpulkan anak OSIS lainnya dan disana Alfa juga menjelaskan tentang kejadian yang kemarin-kemarin, yang berhubungan dengan OSIS. Alfa juga memberi pengunguman bahwa mulai dari hari ini aku kembali lagi menjabat sebagai bendahara OSIS sekolah. Alhamdulillah mereka semua setuju, jadi mulai dari hari ini aku sudah kembali lagi berorganisasi.
Sudah dua hari aku kembali berorganisasi dan sudah dua hari juga aku belum bertemu dengan Satria karena dia belum masuk semenjak kejadian kemarin yang menimpanya.
“Al kalau hari ini Satria gak masuk juga kamu mau kan nemanin aku menjenguk dia, karena kejadian yang menimapanya kemarin kan, juga kesalahan ku , dan dia sampai terkena batu yang dilempar pak Kusdi juga gara-gara aku Al” kataku dengan Alfa yang berada dibelakangku.
“Itu bukan salah kamu Lia, mungkin saat itu hanya kebetulan dan sekaligus musibah yang harus kita lalui bersama-sama, tenang aja gak ada kok yang nyalahin kamu, dan aku pikir Satria juga gak nyalahin kamu” jawab Alfa dengan senyuman yang menempel di bibirnya.
“Siapa bilang aku tidak menyalahkan kamu Lia, kejadian yang menimpa aku kemarin itu memang gara-gara kamu Lia, tapi aku bakal ngasih kamu maaf kalau kamu masuk lagi di OSIS dan kembali menjabat menjadi bendahara lagi” sanggah Satria yang baru datang sambil berjalan kearahku.
“Yeee,, kamu ketinggalan Sat, emang Lia udah menjabat lagi kok di OSIS, tuh liat di papan nama siapa yang tertulis disana sebagai bendahara OSIS” jawab Alfa sambil mengangkat tangan menunjuk ke arah papan yang tertuliskan STRUKTUR OSIS.
“Oh ya sudah.,,,” jawab Satria yang biasa – biasa saja.
Mendengar jawaban Satria aku dan Alfa hanya terdiam dan Alfa tidak menaggapinya. Tetapi aku bingung kenapa Satria menjawab dengan biasa-biasa saja seperti tidak ada kejadian apa-apa. Karena Alfa tidak menghiraukan perkataan Satria tadi aku juga hanya diam.
Sudah 1 Semester berlalu, pelepasan dan penyerahan jabatan OSIS kepada pengurus baru pun sudah dilaksanakan. Sekarang aku juga sudah naik kelas XII dan hasil rapor ku juga tidak buruk.
Selama di kelas XII ini aku sudah bekerja keras untuk mendapatkan PPA dan beasiswa untuk melanjutkan studyku ke kuliah jurusan Kedokteran. Dengan usahaku yang keras akhirnya setelah penerimaan kelulusan aku dapat masuk ke tempat kuliah yang sudah lama aku inginkan yaitu UI (universitas Indonesia) dengan beasiswa jadi itu sedikit meringankan beban kedua orang tuaku.
“Lia cepat sedikit ini sudah jam berapa, nak, nanti kamu terlambat ke acara perpisahan” kata mamaku sambil mengetuk kamarku beberapa kali.
“Iya ma, sebentar lagi” jawabku sambil berjalan menuju kearah mamaku.
Kami pergi menuju mobil dan berangkat ke tempat acara perpisahan.
Di mobil aku melihat dandanan dan baju yang aku kenakan, sambil berpikir apakah ini sudah cocok denganku, apalagi untuk acara perpisahan ini ku urai rambutku dengan bebas, jujur aku juga tidak tahu kenapa hari ini penampilan ku sangat berbeda.
Setelah sampai di tempat acara perpisahan itu berlangsung aku berjalan menuju ke arah temanku, aku bingung kenapa semua orang memandangku dengan keadaan diam, selintas aku melihat bajuku karena aku berpikir kalau bajuku yang membuat aku dipandang seperti itu oleh teman-temanku.
Belum sampai aku berjalan ke arah temanku tanganku sudah ditarik oleh seseorang yang sepertinya sudah aku kenal dia Satria. Dia menarikku ke tempat lantai yang banyak lampunya dan memegang tanganku. Aku baru sadar banwa dia ingin mengajakku berdansa, aku hanya pasrah menuruti kakinya yang sudah berdansa. Aku bingung dengan sikap Satria saat ini.
“Aku ingin kamu selalu bersamaku” katanya berbisik kepadaku.
Aku hanya terdiam dan memikirkan banyak hal tentang kata-kata Satria tadi. Aku juga tidak menjawab apa-apa hanya menatap mata Satria.
“Kalau tidak menjawab berarti kamu menerima permintaanku” katanya lagi dengan nada suara yang tenang dan senyum kemenangan di bibirnya.
Aku bingung harus menjawab apa, dan aku juga tidak tahu dia bertanya apa. Padahal tadi setahuku dia tidak bertanya kepadaku dia hanya mengatakan beberapa kata saja.
“Kau milikku mulai dari sekarang sampai seterusnya dan tidak akan pernah aku lepaskan dirimu untuk yang lain” sambung Satria dengan tangan yang menggemgam erat tanganku.
Aku terdiam beberapa saat kemudian bibirku memgeluarkan senyuman, aku juga tidak tahu mengapa aku senang dengan perkataan Satria tadi. Padahal kami dulu sangat sering bertengkar karena hanya masalah sepele tapi sekarang aku dan dia menjadi satu. Yah begitula cinta pikirku, Jika tidak aneh, bukan cinta namanya.
Sekarang kami sudah kuliah dan aku sudah semester III sedangkan Satria yang kuliah di Malaysia sudah semester IV, dia memang dari dulu sudah unggul dariku. Walaupun dia jauh disana tapi kami tetap berhubungan dan setiap liburan kami selalu pulang ke rumah dan bertemu di sekolah sambil mengingat kejadian yang dulu pernah terjadi. Dan sekarang hidupku menjadi lebih berwarna dengan tercapainya cita-citaku, organisasiku dan cintaku. Dan satu hal lagi di UI aku menjabat sebagai direktur pengelolaan keuangan organisasi Universitas Indonesia. Kali ini aku senang dan bahkan sangat senang dengan jabatan itu…
TAMAT
Biodata Penulis:
Nama : Chisillia Mayang Sari
Sekolah : SMA N 2 Bengkulu
Alamat : Jl. Perumnas Korpri No 212 RT 09 Bengkulu
Hepping Ending Untuk Cerpen Sekolah : Organisasi Cita dan Cinta ini, Memang benarlah Kata orang Masa-Masa yang paling indah adalah masa-masa disekolah Kisah yang paling indah Kisah kasih di sekolah.
Semoga senang membaca
Cerpen Sekolah : Organisasi Cita dan Cinta tadi :)